Demensia adalah istilah umum untuk kondisi yang menyebabkan penurunan fungsi otak secara bertahap. Kondisi ini membuat kemampuan berpikir, mengingat dan berkomunikasi seseorang menurun hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Demensia bukan satu jenis penyakit, melainkan mencakup berbagai penyebab yang sama-sama menimbulkan kerusakan pada sel-sel saraf dan jaringan penghubung di otak.
Seiring bertambahnya usia penduduk, memahami demensia-mulai dari beragam penyebab hingga pentingnya penanganan yang tepat-menjadi hal yang sangat penting, baik bagi individu, keluarga, maupun sistem pelayanan kesehatan.
Mengungkap Beraneka Ragam Penyebab di Balik Terjadinya Demensia
Pada dasarnya, demensia terjadi karena kerusakan atau hilangnya sel-sel saraf (neuron) serta hubungan rumit di antara sel-sel di dalam otak. Gejala yang dialami seseorang tergantung pada bagian otak mana yang mengalami gangguan. Meskipun sering dikaitkan dengan proses penuaan, demensia bukanlah hal yang normal saat seseorang menua. Kondisi ini menunjukkan adanya perubahan patologis pada fungsi otak.
Ada beberapa jenis demensia, masing-masing memiliki penyebab dan ciri khas yang berbeda:
1. Penyakit Alzheimer:
Ini adalah penyebab demensia yang paling umum, mencakup sekitar 60–80% dari seluruh kasus. Penyakit ini ditandai oleh penumpukan dua jenis protein abnormal di otak: amyloid plaques (yang menumpuk di luar sel-sel otak) dan tau tangles (yang terbentuk di dalam sel-sel otak). Penumpukan protein ini mengganggu komunikasi antar sel saraf dan lama-kelamaan menyebabkan kematian sel otak, sehingga otak menyusut. Gejala awal yang paling sering muncul adalah gangguan daya ingat, terutama terhadap kejadian-kejadian yang baru terjadi.
2. Demensia Vaskular:
Jenis demensia ini merupakan penyebab kedua paling umum, terjadi akibat kerusakan pada pembuluh darah di otak, yang menyebabkan aliran darah dan oksigen ke sel otak berkurang. Kerusakan ini bisa terjadi karena stroke (yang menghentikan aliran darah secara mendadak) atau penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan atherosclerosis (pengerasan pembuluh darah). Gejala bisa sangat bervariasi, tergantung pada bagian otak yang terdampak. Biasanya, penderita mengalami kesulitan berpikir, merencanakan sesuatu atau memecahkan masalah.
3. Demensia dengan Badan Lewy (DLB):
DLB disebabkan oleh adanya penumpukan protein abnormal bernama badan Lewy di dalam sel-sel otak. Gumpalan protein ini mengganggu kerja dan fungsi sel-sel. DLB memiliki gejala yang mirip dengan penyakit Alzheimer dan Parkinson, seperti tingkat kesadaran yang naik-turun, halusinasi visual, gangguan gerak dan keseimbangan tubuh.
4. Demensia Frontotemporal (FTD):
Jenis demensia ini lebih jarang, mempengaruhi bagian depan (frontal) dan samping (temporal) otak, yang berhubungan dengan kepribadian, perilaku dan kemampuan berbahasa. FTD disebabkan oleh penumpukan protein abnormal (termasuk protein tau) di area tersebut, yang membuat jaringan otak perlahan rusak. Gejala awal biasanya bukan berupa gangguan daya ingat, melainkan perubahan kepribadian atau perilaku atau kesulitan berkomunikasi atau berbahasa.
5. Demensia Campuran:
Seringkali individu, terutama lansia, mengalami lebih dari satu jenis demensia secara bersamaan, yang paling umum adalah penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. Kondisi ini, yang dikenal sebagai demensia campuran, dapat menimbulkan berbagai gejala yang kompleks.
Selain jenis-jenis utama di atas, ada juga kondisi lain yang dapat menyebabkan demensia atau gejala mirip demensia, antara lain:
Demensia pada Penyakit Parkinson: pada tahap lanjut penyakit Parkinson, sebagian penderita dapat mengalami demensia. Hal ini terjadi karena penyebaran “badan Lewy” (gumpalan protein abnormal) ke bagian otak yang mengatur fungsi berpikir dan ingatan.
Penyakit Huntington: merupakan penyakit turunan yang menyerang sistem saraf, menyebabkan gangguan gerak, penurunan kemampuan berpikir dan perubahan emosi atau perilaku secara bertahap.
Penyakit Creutzfeldt-Jakob: penyakit yang sangat langka dan mematikan, disebabkan oleh protein abnormal yang menghancurkan jaringan otak dengan cepat.
Hidrosefalus Tekanan Normal: terjadi ketika cairan otak (cairan serebrospinal) menumpuk di rongga otak. Kondisi ini dapat menyebabkan, gangguan berjalan atau keseimbangan, sulit menahan buang air kecil, dan penurunan daya ingat. Kabar baiknya, kondisi ini bisa diobati jika terdeteksi lebih awal.
Penyebab yang Dapat Dipulihkan: beberapa kondisi dapat menimbulkan gejala seperti demensia, tetapi bisa membaik atau sembuh dengan pengobatan yang tepat, misalnya gangguan hormon tiroid, kekurangan vitamin B12, infeksi tertentu, efek samping obat-obatan, konsumsi alkohol berlebihan dalam jangka panjang, tumor otak, atau pendarahan di permukaan otak.
Faktor Risiko Demensia: usia lanjut adalah faktor risiko terbesar, tetapi ada banyak hal lain yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena demensia, seperti: faktor genetik (meskipun jarang diturunkan langsung), pola hidup tidak sehat (misalnya jarang berolahraga, pola makan buruk, merokok, atau sering minum alkohol), masalah kesehatan (obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan diabetes), gangguan pendengaran atau penglihatan yang tidak ditangani, depresi kronis atau berkepanjangan, serta paparan polusi udara (menurut penelitian juga dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia).
Pentingnya Penanganan Demensia Secara Menyeluruh
Sebagian besar jenis demensia bersifat progresif (semakin memburuk secara perlahan) dan saat ini belum dapat disembuhkan, maka penanganan yang menyeluruh menjadi sangat penting. Tujuannya bukan untuk menyembuhkan, melainkan untuk: meningkatkan kualitas hidup bagi orang yang hidup dengan demensia dan keluarganya, memperlambat perkembangan penyakit sejauh mungkin, serta menangani berbagai tantangan fisik, mental, dan sosial yang muncul selama perjalanan penyakit ini. Dengan penanganan yang tepat, penderita demensia dapat tetap menjalani hidup dengan lebih nyaman, bermartabat, dan mendapat dukungan yang mereka butuhkan.
Mengapa Penanganan Demensia yang Proaktif dan Menyeluruh Sangat Penting?
1. Memperlambat Kerusakan dan Menjaga Fungsi Otak:
Walaupun demensia tidak bisa disembuhkan, penanganan sejak dini dan aktif bisa membantu memperlambat penurunan fungsi otak dan kemampuan berpikir. Salah satu cara yang penting adalah rehabilitasi kognitif, yaitu latihan dan aktivitas yang merangsang kerja otak, membantu daya ingat, kemampuan memecahkan masalah, dan fungsi sehari-hari. Kegiatan rutin yang menantang pikiran—seperti yang dilakukan di ReGen Rehab Hospital—dapat membantu mempertahankan kemampuan berpikir lebih lama.
2. Mengatasi Gejala Perilaku dan Psikologis pada Demensia
Penderita demensia sering mengalami perubahan perilaku dan emosi, seperti mudah marah, gelisah, agresif, cemas, depresi, berjalan tanpa tujuan, atau sulit tidur. Strategi penanganan yang efektif mencakup: mengenali penyebab atau pemicu perilaku, menyesuaikan lingkungan agar lebih tenang dan aman, serta melakukan pendekatan psikososial (misalnya aktivitas sosial dan terapi dukungan). Pendekatan ini penting untuk mengurangi stres dan beban, baik bagi penderita maupun pengasuhnya.
3. Meningkatkan Kemandirian dalam Aktivitas Sehari-hari
Seiring menurunnya fungsi otak, penderita sering kesulitan melakukan aktivitas dasar sehari-hari seperti seperti mandi, berpakaian, makan, atau minum obat. Terapis okupasi berperan besar dalam mengajarkan cara-cara baru agar penderita tetap bisa melakukannya dengan aman, serta menyesuaikan lingkungan rumah agar lebih mendukung. Tujuannya adalah agar penderita tetap mandiri, merasa berguna, dan mempertahankan martabat dirinya.
4. Menjaga Kemampuan Berkomunikasi:
Demensia dapat mengganggu kemampuan berbicara dan memahami, yang bisa menimbulkan frustasi bagi penderita dan keluarganya. Terapis wicara dapat membantu: melatih kemampuan berbicara yang masih ada, mengajarkan cara berkomunikasi alternatif (misalnya dengan gambar atau gerakan), dan Menangani gangguan menelan yang umum terjadi di tahap lanjut. Hal ini penting karena kesulitan menelan dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti tersedak atau infeksi paru.
5. Menjaga Mobilitas dan Mencegah Jatuh:
Fisioterapi berperan penting untuk menjaga kekuatan otot, keseimbangan, dan cara berjalan. Penderita demensia memiliki risiko lebih tinggi untuk jatuh karena gangguan koordinasi, daya ingat, dan lingkungan yang tidak aman. Program fisioterapi berfokus pada latihan yang membantu meningkatkan mobilitas, mengurangi risiko jatuh, dan memastikan penderita bisa bergerak dengan aman.
6. Menangani Penyakit Lain yang Menyertai
Banyak penderita demensia juga memiliki penyakit lain, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, atau penyakit jantung. Pendekatan yang holistik (menyeluruh) memastikan semua kondisi ini ditangani dengan baik, karena penyakit tambahan bisa memperburuk gejala demensia.
7. Mendukung dan Mendidik Pengasuh
Demensia tidak hanya berdampak pada penderitanya, tetapi juga pada keluarga atau pengasuh. Merawat penderita demensia bisa sangat melelahkan, baik secara fisik, emosional, maupun finansial. Karena itu, program penanganan yang baik juga harus mencakup:dukungan emosional dan pelatihan bagi pengasuh, informasi tentang cara menghadapi perilaku penderita, bantuan untuk mengelola stres, serta akses ke layanan bantuan, seperti perawatan sementara. Dukungan seperti ini sangat penting untuk mencegah kelelahan dan burnout pada pengasuh, serta menjaga kesejahteraan baik penderita maupun keluarganya.
8. Menjamin Perawatan Berpusat pada Pasien
Pengelolaan demensia yang efektif sangatlah individual. Hal ini melibatkan pemahaman terhadap preferensi unik, riwayat, dan kemampuan yang masih dimiliki oleh pasien demensia. Pendekatan “berpusat pada pasien” ini memastikan bahwa rencana perawatan disesuaikan untuk mempromosikan martabat, rasa hormat, dan kesejahteraan emosional, serta menciptakan rasa kontinuitas dan keakraban.
9. Perencanaan Perawatan Lanjutan
Diagnosis dini dan pengelolaan berkelanjutan memungkinkan individu dengan demensia, selama mereka masih memiliki kapasitas, untuk terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai perawatan masa depan mereka, termasuk perencanaan hukum dan keuangan, serta mengekspresikan preferensi mereka terkait perawatan di akhir hayat.
Di institusi seperti ReGen Rehab Hospital, tim multidisiplin yang terdiri dari geriatri, neuropsikolog, dokter rehabilitasi, fisioterapis, dan terapis okupasi bekerja sama untuk mengembangkan rencana perawatan yang disesuaikan secara individual. Pendekatan terintegrasi ini menanggapi kebutuhan beragam individu dengan demensia, mulai dari latihan kognitif dan rehabilitasi fisik hingga perawatan pendukung yang bertujuan untuk meningkatkan memori, gerakan, dan keterampilan hidup sehari-hari.
Kesimpulannya, meskipun demensia menghadirkan tantangan yang besar, kondisi ini bukanlah sesuatu yang tanpa harapan atau intervensi yang efektif. Pendekatan manajemen yang proaktif, komprehensif, dan berpusat pada individu, yang mencakup rehabilitasi, penyesuaian gaya hidup, dan dukungan yang kuat bagi pengasuh, sangat penting. Pendekatan ini memberdayakan individu dengan demensia untuk hidup sepenuhnya dan secara mandiri sebanyak mungkin, memperkaya kehidupan mereka, dan menghadapi kompleksitas penyakit dengan martabat dan perawatan yang layak.
